Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights atau Hak Penerbit ditargetkan selesai Maret. Pemerintah mengkaji kemungkinan pembentuk lembaga baru untuk pelaksanaannya.

"Masih kami bahas karena ada pendapat yang menginginkan dibentuknya lembaga baru," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) .

Ia menegaskan, lembaga tersebut harus memiliki semangat prinsip kemerdekaan pers. "Jangan sampai ada pesan atau persepsi bahwa pemerintah ikut campur dalam urusan pers," ujarnya.

Namun dalam Rancangan Perpres yang sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dimintakan ijin prakarsa lembaga pelaksana agar diserahkan ke institusi yang sudah ada seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atau Dewan Pers.

Meski begitu, Usman mengatakan akan mendengar pendapat dari berbagai pihak terkait.

Usman menjelaskan, aturan Publisher Rights sudah berjalan di beberapa negara, termasuk Australia. Di Negeri Kanguru, lembaga pelaksana kebijakan berada di bawah KPPU.

"Banyak benchmark yang bisa kami pakai sebagai dasar untuk membentuk lembaga ataupun pelaksanaan ini," kata Usman.

Di Indonesia, Rancangan Perpres Publisher Rights secara garis besar terdiri dari substansi kewajiban platform digital seperti Google untuk bekerja sama dengan perusahaan pers atau media demi mendukung jurnalisme berkualitas.

Namun draf Rancangan Perpres Publisher Rights atau Hak Penerbit itu masih dibahas.

Jika benar akan dibentuk lembaga baru, maka instansi itu yang akan membuat aturan turunan Publisher Rights atau Hak Penerbit. “Aturan turunan tentang mekanisme kerja sama, baik bagi hasil iklan, kompensasi, remunerasi, pelatihan atau dalam bentuk lain seperti materi,” kata dia.